Baju-baju Yang Menipu (Don't Judge the Book by the Cover)
Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University.
Mereka meminta janji. Sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung udik, sehingg tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.
"
Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang pria lembut.
"
Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat.
"
Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.
Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak. Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya.
"
Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard.
Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang diluar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul. Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.
Sang wanita berkata padanya, "
Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini. bolehkan?" tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.
Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak terkejut. "
Nyonya," katanya dengan kasar, "
Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan."
"
Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, "
Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard." Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "
Sebuah gedung! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."
Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang. Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan,
"
Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja ?" Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.
Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard. Universitas tersebut adalah
Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS.
(sumber: unknown)
Posted by .:: me ::. at 7:00 AM
Potret Hati
Manakala duduk dan memperhatikan dinamisnya kehidupan, kita sadari kekuatan dari foto-foto untuk menngerakkan kita. Foto-foto dari orang-otang atau tempat-tempat tertentu pada suatu saat, terekam selamanya. Kita dapat menyaksikan foto sebuah keluarga yang sebelumnya tidak pernah kita lihat seraya meneteskan air mata. Sesuatu dalam pernyataan generasi-generasi terkait selamanya, dalam puisi gambar-gambar yang berpelukan dengan negatif yang tentu saja kemudian menjdi positif setelah diproses.
Sewaktu kecil mungkin kita senang dengan foto-foto, khususnya jika kita tergambar di dalamnya. Dan kitapun akan sanggup duduk berjam-jam mengamati foto-foto selama menampilkan hanya satu wajah.
Foto-foto tak akan menggantikan pengalaman yang sesungguhnya tapi dapat memicu ingatan. Kadangkala selembar foto tertentu membuat kita sanggup mengenang sesuatu atau seseorang yang kita anggap kenal, hanya untuk kemudian mengetahui ingatan telah menipu kita. Secara keseluruhan, foto-foto membantu meluruskan catatan. Mereka memiliki kekuatan mengungkapkan tekstur lapisan yang lebih dalam, membekukan satu saat dalam waktu dan meleburnya di depan mata.
Akan tetapi dari semua karya seni gambar-gambar luar biasa, kita paling tergerak oleh foto-foto yang diambil hati dan ditangkap kamera di dalamnya.
Kita membawa foto-foto hati, yaitu foto-foto orang-orang, tempat-tempat dan peristiwa yang terekam dalam kehidupan kita. Kita memilikinya pada saat kelahiran anak, saat kita kecil dan saat sekarang. Jika kita bicara tentanf foto-foto hati, semuanya menjadi mungkin. Mereka dilengkapi dengan suara dan dibuat dalam berbagai ukuran, seringkali karakter di dalamnya bergerak seperti yang kita bayangkan. Terkadang mereka juga muncul dalam warna yang berubah-ubah. Itu semua adalah keajaiban kehidupan yang dibingkai oleh emosi.
Kita masing-masing membawa kamera di dalam diri sendiri sepanjang hidup. Persediaan film kita ataupun memori kita tak terbatas. Tetapi tak seperti foto yang dapat kita cetak di kertas, foto daging dan darah ini bertempat di dalam perustakaan jiwa kita serta hanya bisa dilihat oleh sang fotografernya saja. Mungkin, kita membicarakannya dan melukiskannya pada orang lain, tetapi hanya mata kita yang dapat menerima dan melihat gambar-ganbar yang ditangkap dalam kehidupan kita.
Kita masing-masing adalah seniman kehidupan. Piala berharga dari foto-foto hati ini hidup di dalam diri kita dan akan mati bersama kita juga. Tapi waktu untuk waktu berharga yang diberikan kepada kita untuk menghuni kehidupan dan dunia ini, kita punya kesempatan mengeluarkan foto-foto yang tertangkap dalam hati dan jiwa kita serta menikmatinya, memperbaharuinya dan menerima keindahannya. Semuanya merupaka kesempatan yang tak boleh kita sia-siakan.
Inti semua ini adalah kamera-kamera hati akan selalu siap dan kita dapat menambah koleksi kita... setiap... hari...
:: Tam @ 24.07.06 ::
Posted by .:: me ::. at 6:42 AM
Mengambil Yang Terbaik
“
Segala sesuatu akan menjadi yang terbaik apabila mereka MENGAMBIL YANG TERBAIK dari segala sesuatu yang terjadi”
Cerita ini mengisahkan tentang seorang anak yang bermain dalam tim kasti.
Ia selalu ditempatkan di bangku cadangan.
Prestasi sang anak biasa-biasa saja dan tidak pernah membuat sesuatu hal yang dapat dibanggakan, baik bagi timnya maupun ayahnya sendiri.
Saat ayahnya meninggal dunia, sang anak dengan tangis memohon dengan sangat kepada pelatihnya untuk menempatkan dirinya sebagai pemain utama, “
saya ingin bermain untuk ayah” katanya.
Melihat semangat dan kesungguhan sang anak, maka sang pelatih mengijinkannya untuk bermain sebagai pemain utama.
Keberhasilan gemilang yang diraih oleh sang anak membuat sang pelatih terheran – heran.
Pada hari itu anak tersebut diangkat oleh teman-teman satu timnya.
Malam itu ketika lapangan telah kosong dan hanya ada orang yang membersihkan lapangan, sang pelatih memperhatikan seseorang berdiri sendirian ditengah lapangan.
Ketika sang pelatih tahu kalau yang berdiri tersebut adalah si anak, ia mendekatinya.
“Nak, kau telah menjadi bagian dari tim ini selama lima tahun. Kau dengan setia mengikuti latihan, kau selalu mengerjakan apapun yang aku minta, aku tahu bahwa permainanmu tidaklah terlalu bagus sehingga aku harus selalu menempatkanmu di bangku cadangan. Tapi…. aku tidak pernah melihat permainanmu sepertihalnya hari ini. Hari ini kau bermain dengan penuh semangat, dan membuat prestasi yang sebelumnya belum pernah kau lakukan…. apa yang membuat perbedaan..?”
“Pelatih, pernahkah kau melihat orangtuaku di sekolah..?” tanyanya.
“Sebenarnya aku pernah, aku tidak pernah bertemu mereka tapi terkesan betapa mereka saling mencintai. Aku selalu melihat mereka bergandengan tangan kemanapun mereka pergi.”
“
Pelatih, mereka sangat saling mencintai satu sama lain. Tapi itu bukan alasan utama mengapa mereka selalu bergandengan tangan. Ayahku buta. Ibuku selalu menuntunnya bila dia tidak menggunakan tongkat putihnya. Selama lima tahun dia datang pada setiap pertandingan, mendengarkan pengeras suara dan berharap namaku disebut. Tetapi hal itu tidak pernah terjadi, terutama karena aku tidak pernah bersungguh-sungguh. Ayahku meninggal dunia beberapa hari yang lalu. Dan pelatih, hari ini adalah “pertandingan pertama yang dapat dilihat ayahku dan itu yang membuat semua perbedaan..”(Pengarang Tidak Diketahui )
Saat “
sesuatu” hal mendorong kita melakukan sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan sebelumya, “
Sesuatu” itu menjadikan kita seseorang dengan pribadi yang lain.
“
Sesuatu” itu mampu membuat kita melakukan hal – hal luar biasa, “
sesuatu” itu membuat kita rela mengorbankan apapun.
“
Sesuatu” itu adalah “
Alasan yang sangat kuat” mengapa kita mau bersungguh-sungguh, memiliki determinasi yang kuat dalam mencoba meraih seseuatu.
“Alasan” itu dapat berupa berbagai macam hal, seperti
Cinta…Pengorbanan.. Penghinaan…..Kesedihan……Tekanan…..dsb.
“Alasan yang sangat kuat” adalah sesuatu yang memberikan
“Emosi” pada apa yang kita lakukan.
Ada perbedaan, saat kita melakukan sesuatu berdasarkan “
alasan” tertentu.
Jadikanlah selalu “
alasan” positif sebagai pendorong apa yang kita lakukan, apa yang terjadi terhadap diri kita boleh negatif, tetapi…kita harus memberi “alasan” dan makna positif kepada apa yang terjadi terhadap diri kita.
Hanya dengan Mengambil Yang Terbaik terhadap apa yang terjadi dalam kehidupan, kita memperoleh Yang Terbaik Yang Kehidupan Berikan…
Posted by .:: me ::. at 7:07 AM
Dua Pilihan
Pada sebuah jamuan makan malam pengadaan dana untuk sekolah anak-anak cacat, ayah dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu.
Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:
'Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala proses yang terjadi dalam alam ini berjalan secara sempurna/ alami. Namun tidak demikian halnya dengan anakku, Shay. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah, bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku? '
Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu.
Ayah tersebut melanjutkan: "Saya percaya bahwa, untuk seorang anak seperti Shay, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir, satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia"
Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut:
Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Shay bertanya padaku,"Apakah kau pikir mereka akan membiarkanku ikut bermain?" Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti Shay ikut dalam tim mereka, namun aku juga tahu bahwa bila saja Shay mendapat kesempatan untuk bermain dalam
tim itu, hal itu akan memberinya semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain, diluar kondisi fisiknya yang cacat.
Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat ikut dalam tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, "kami telah kalah 6 putaran dan sekaran sudah babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan
mencoba untuk memasukkan dia bertanding pada babak kesembilan nanti'
Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.
Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa skor, namun masih ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan bermain di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia sangat antusias hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada dalam lapangan itu. Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya dari kerumunan. Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua angka out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.
Pada kondisi yg spt ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan untuk menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka?
Yang mengejutkan adalah mereka memberikan kesempatan itu pada Shay.
Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi berhubungan dengan bola itu.
Yang terjadi adalah, ketika Shay melangkah maju kedalam arena, sang pitcher, sadar bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan menang mereka untuk satu momen penting dalam hidup Shay, mengambil beberapa langkah maju ke depan dan melempar bola itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan bola itu. Lemparan pertama meleset; Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan luput. Pitcher tsb kembali mengambil beberapa langkah kedepan, dan melempar bola itu perlahan kearah Shay. Ketika bola itu datang, Shay mengayun kearah bola itu dan mengenai bola itu dengan satu pukulan perlahan kembali kearah pitcher.
Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tsb bisa saja dengan mudah melempar bola ke baseman pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan berakhir.
Sebaliknya, pitcher tsb melempar bola melewati baseman pertama, jauh dari jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai berteriak, "Shay, lari ke base satu! Lari ke base satu!". Tidak pernah dalam hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi dia berhasil melaju ke base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan matanya.
Semua orang berteriak, "Lari ke base dua, lari ke base dua!"
Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya menuju base dua.
Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain sayap kanan memegang bola itu di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam timnya, dan dia saat itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke penjaga base dua. Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, sehingga
diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh melewati jangkauan penjaga base ketiga. Shay berlari menuju base ketiga.
Semua yang hadir berteriak, "Shay, Shay, Shay, teruskan perjuanganmu Shay"
Shay mencapai base ketiga saat seorang pemain lawan berlari ke arahnya dan memberitahu Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh. Pada saat Shay menyelesaikan base ketiga, para pemain dari kedua tim dan para penonton yang berdiri mulai berteriak, "Shay, larilah ke home, lari ke home!".
Shay berlari ke home, menginjak balok yg ada, dan dielu-elukan bak seorang hero yang memenangkan grand slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.
Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan kedalam dunia.
Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal musim dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana dia telah menjadi seorang hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang pahlawan kecilnya.
Seorang bijak pernah berkata, sebuah masyarakat akan dinilai dari cara mereka memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.
Reflection:
Kita semua mempunyai banyak pilihan dalam hidup setiap harinya untuk dapat memahami "kejadian alami dalam hidup". Begitu banyak hubungan antar 2 manusia yang kelihatan remeh, sebenarnya telah meninggalkan 2 pilihan bagi kita:
Apakah kita telah meninggalkan cinta dan kemanusiaan atau, Apakah kita telah melewatkan kesempatan untuk berbagi kasih dengan mereka yang kurang beruntung, yang menyebabkan hidup ini menjadi dingin? (sumber: unknown)
Posted by .:: me ::. at 12:29 PM
Sebuah Jendela Untuk Melihat Dunia.
Oleh: Arvan Pradiansyah.Coba bayangkan suatu Minggu pagi yang cerah. Matahari bersinar lembut. Udara terasa sejuk. Di kejauhan terdengar burung-burung berkicau riang. Anda tengah merasakan indahnya hari ini. Sambil bersiul-siul kecil Anda membuka pintu rumah Anda. Tampak sebuah kotak berwarna coklat di depan pagar. Ternyata pagi itu Anda mendapat bingkisan. Pengirimnya pun tertera jelas di situ: tetangga sebelah rumah. Ada apa? Dengan tergesa-gesa Anda membuka kotak itu. Ternyata isinya sangat mengejutkan Anda: setumpuk kotoran sapi!
Bagaimana perasaan Anda? Anda mungkin bingung, kesal, atau marah. ''Ini sudah keterlaluan!'' pikir Anda. ''Tetangga sebelah itu memang harus diberi pelajaran!'' Lantas apa yang akan Anda lakukan? Anda mungkin langsung melabraknya. Atau paling tidak mempersiapkan ''serangan'' balasan. Nah, kalau Anda jadi melaksanakan niat tersebut, bagaimana respon tetangga Anda? Bisa dibayangkan ''perang'' yang terjadi pada hari berikutnya dapat lebih seru dari perang AS melawan Taliban tempo hari.
Namun Beno, seorang kawan yang mengalami hal ini ternyata memberikan respon yang berbeda. Ia memang terkejut melihat kotoran sapi itu. Tapi kemudian ia berpikir, ''Betapa baiknya tetanggaku ini. Ia benar-benar memperhatikan pekaranganku. Ia tahu persis bahwa rumput dan tanamanku tidak terlalu subur. Karena itu ia menyediakan pupuk untukku. Luar biasa, aku harus ke rumahnya sekedar menyampaikan rasa terima kasihku!''
Pelajaran menarik apa yang dapat diambil dari cerita sederhana tadi? Ternyata kita tidak melihat dunia ini sebagaimana adanya, tetapi sesuai dengan keadaan kita sendiri. We see the world as we are, not as it is. Dengan demikian sebuah peristiwa yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda tergantung darimana Anda melihatnya. Bagi kita kotoran sapi dipersepsikan sebagai penghinaan dan ajakan ''berperang.'' Karena itu kita marah dan mempersiapkan serangan balasan.
Sementara Beno menganggap kotoran sapi sebagai hadiah dan bukti perhatian tetangganya. Ia justru berterima kasih. Jadi dimana letak masalahnya? Pada kotoran sapi atau pada cara kita memandang kotoran sapi tersebut? Jelaslah bahwa ''cara kita memandang suatu masalah adalah masalah itu sendiri.''
Dalam bahasa sehari-hari cara kita memandang ini sering disebut dengan berbagai istilah seperti persepsi, asumsi, wawasan, keyakinan, pemikiran, prasangka, prejudis, dan sebagainya. Semua istilah ini terangkum dalam kata paradigma. Paradigma adalah jendela untuk melihat dunia. Saya berani mengatakan bahwa paradigma ini merupakan milik Anda yang terpenting. Mengapa? Karena semua tindakan Anda, apapun tanpa terkecuali, pasti didasari oleh suatu paradigma!
Sekali lagi, coba Anda renungkan baik-baik. Semua tindakan Anda dalam hidup dasarnya adalah paradigma. Bagaimana kita melihat suatu masalah akan menentukan apa yang akan kita lakukan. Apa yang kita lakukan akan menentukan apa yang kita dapatkan. Jadi kalau Anda tidak puas dengan apa yang Anda dapatkan sekarang, Anda harus mengubah perilaku Anda. Namun Anda tak akan dapat mengubah perilaku Anda sebelum membongkar paradigma Anda.
Posted by .:: me ::. at 7:00 AM
Let It Flow........
Let it flow like a river flow….. Biarin aja mengalir... gitu kali kira-kira artinya.. mungkin juga ngambang artinya…. Begitulah kira-kira saran yang bijaksana dari beberapa temen yang sering kita denger.Katanya hidup harus dinikmati… tetapi kadangkala kita terlalu rapuh buat nikmatin semuanya… kadangkala juga kita harus menikmati sesuatu yang tidak kita inginkan.Emang kalo dipikir-pikir buat yang suka mikir, hidup ini seperti aliran sungai, muaranya cuma satu ke laut aja.. Dari manapun salnya sungai, nggak ada rasanya yang bermuara di gunung, meski ada juga kalo musim banjir muaranya bisa ja ke rumah-rumah… he.. he…, tapi itupun nggak sengaja alias luber karena kebanyakan sampah dan limbah. Kalo udah mikir gitu, buat apa ngotot juga ya? wajar aja kan dalam aliran sungai kadang ada batu-batu dan penghalang lancarnya air yang mengalir seperti layaknya hidup kita juga, tapi lihat saja air begitu pandai berkelit, malah dengan sabarnya, seiring waktu air juga bisa membolongi batu kan? Jadi tenang aja …Hidup lagi enak apa nggak enak, jalanin aja dengan tenang, karena ya memang begitulah Allah menciptakan hidup kita. Seneng jangan kebablasan, susah juga jangan kebablasan.. kata penyanyi dangdut, ... yang sedang-sedaaang saaajaa... (Emang sih dalam hati tetep mikir, apa iya bisa begitu, bisa tenang seperti yang barusan kalau pas dapat musibah? He.. he…)Saran dari temen yang lain dan mungkin juga bijaksana adalah kita harus bisa melepaskan amarah dan emosi....tarik napas dalam-dalam, lepaskan, pejamkan mata bayangkan kamu sedang berada di pantai dan biarkan ombak menyentuh kaki, rasakan beban mulai ditarik oleh ombak, hmmm....sedikit melegakan tetapi tetap ada kekesalan di hati.Terkadang muncul rasa kesal kenapa harus menahan amarah, kenapa harus cooling down...masa sih gak boleh marah...terkadang boleh dong marah, supaya orang itu tahu bagaimana kesalnya kita.Tapi...kata temen yang lain, kedewasaan adalah bisa untuk menahan amarah. ..tetapi apa emang bener seperti itu?Ah yang jelas kita juga perlu orang lain yang ngertiin kita… mau jadi tempat curhat kita dan kasih saran-saran terbaik yang menenangkan buat kita.Let it flow follow your heart…Tak beda jauh dari kata-kata sebelumnya dan kata-kata itu gw dapetin dari status YM salah satu rekan hari ini…Kadangkala waktu kita mendapatkan masalah atau sesuatu pilihan yang sulit alias dilema kita sering dihadapakan pada kata-kata seperti ini.. ikuti kata hati kamu… kita sering merasa, follow your hearth gimana? Penginnya sih dua-duanya tapi gimana lagi… kadang temen yang kita mintain pendapatpun kasih jawaban seperti itu sebagai senjata pamungkas, maksudnya sih selesein sendiri aja deh dari pada sama-sama bingung…Sebenernya sih secara jujur mengikuti kata hati bukan selalu jalan keluar yang paling benar atau paling baik, karena manusia seringkali dibutakan oleh keinginan-keinginannya. Kadangkala juga keinginan-keinginan tersebut juga gak harus selalu dipenuhi. Yang paling enak emang kita mikirin jauh ke depannya.Dan akibatnya kalo kita cuman ngikutin petunjuk “follow your heart” dan akibatnya tidak sesuai dengan yang diinginkan maka kitapun akan tersadar kalo ternyata “kata hati bisa salah” dan cuman nyesel doang…. Yo wis lah terserah aja yang mana…?(10.07.06, 12:30; tamtomo)
Posted by .:: me ::. at 12:43 PM
Kisah Seorang Buruh
Aku bukan orang yang suka menguping percakapan orang lain. Tapi pada suatu malam, sewaktu aku melintasi halaman rumah kami, aku ternyata melakukannya. Istriku sedang berbicara kepada anak bungsu kami selagi ia duduk di lantai dapur. Jadi aku berhenti untuk mendengarkan di luar pintu belakang. Sepertinya ia mendengar beberapa anak menyombongkan pekerjaan ayah mereka. Bahwa semuanya para eksekutif hebat.. lalu mereka bertanya pada Bob, anak kami, "Papamu memiliki karier bagus macam apa?" mulailah mereka bertanya. Bob menggumam perlahan sambil memalingkan muka, "Ia hanya seorang buruh". Istriku yang baik menunggu sampai mereka semua pergi, lalu memanggil masuk putra kami. Katanya, "Mama ingin bicara sama kamu, Nak" seraya mencium pipinya yang berlesung pipit. "Kamu bilang, papamu hanya seorang buruh, dan apa yang kamu katakan itu betul. Tapi Mama ragu, apakah kamu tahu apa artinya yang sebenarnya, jadi Mama akan menjelaskan padamu." "Dalam seluruh industri yang membuat negeri kita hebat Dalam semua toko dan warung dan truk yang menarik muatan setiap hari... Setiap kali kamu melihat rumah baru dibangun, ingatlah, anakku. Diperlukan seorang buruh biasa untuk menyelesaikan pekerjaan besar itu!" "Kalau semua bos meninggalkan meja mereka dan libur selama setahun. Roda industri masih bisa berjalan-berputar dengan cepat. Jika orang seperti papamu berhenti bekerja, industri itu tak bisa berjalan. Perlu seorang buruh biasa untuk menyelesaikan pekerjaan besar itu!" Aku menelan air mata dan berdeham saat memasuki pintu. Mata putra kecilku berbinar gembira saat ia melompat dari lantai. Ia memelukku sambil berkata, "Hai, Pa, aku bangga jadi anak Papa.. Karena Papa adalah satu dari orang-orang istimewa yang menyelesaikan pekerjaan besar." (oleh: Ed Peterman dari: Chicken Soup for the Soul)
Posted by .:: me ::. at 11:38 AM
Mencintai Apa Adanya
Tahun itu dia mendadak muncul, Xiao Cien namanya. Tampangnya tidak seberapa. Di bawah dukungan teman sekamar, dengan memaksakan diri aku bersahabat dengan dia. Secara perlahan, aku mendapati bahwa dia adalah orang yang penuh pengertian dan lemah lembut.
Hari berlalu, hubungan kami semakin dekat, perasaan di antara kami semakin menguat, dan juga mendapat dukungan dari teman-teman.
Pada suatu hari di tahun kelulusan kami, dia berkata padaku, "Saya telah mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi, tetapi di Amerika, dan saya tidak tahu akan pergi berapa lama, kita bertunangan dulu, bolehkah?"
Mungkin dalam keadaan tidak rela melepas kepergiannya, saya mengangguk. Oleh karena itu, sehari sesudah hari wisuda, hari itu menjadi hari pertunangan kami berdua.
Setelah bertunangan tidak berapa lama, bersamaan dengan ucapan selamat dan perasaan berat hati dalam hatiku, dia menaiki pesawat dan terbang menuju sebuah negara yang asing. Saya juga mendapatkan sebuah pekerjaan yang bagus, memulai hari bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Telepon internasional merupakan cara kami untuk tetap berhubungan dan melepas kerinduan.
Suatu hari, sebuah hal yang naas terjadi pada diriku. Pagi hari, dalam perjalanan menuju tempat kerja, sebuah taksi demi menghindari sebuah anjing di jalan raya, mendadak menikung tajam..... Tidak tahu lewat berapa lama saya pingsan.
Saat siuman telah berada di rumah sakit, dimana anggota keluarga menunggu mengelilingi tempat tidur saya.
Mereka lantas memanggil dokter.
"Pa?" saya ingin memanggilnya tapi tidak ada suara yg keluar.
Mengapa? Mengapa saya tidak dapat memanggilnya?
Dokter mendatangiku dan memeriksa, suster menyuntikkan sebuah serum ke dalam diriku, mempersilahkan yang lainnya untuk keluar terlebih dahulu.
Ketika siuman kembali, yang terlihat adalah raut wajah yang sedih dari setiap orang, sebenarnya apa yang terjadi.
Mengapa saya tidak dapat bersuara?
Ayah dengan sedihnya berkata, "Dokter bilang syaraf kamu mengalami luka, untuk sementara tidak dapat bersuara, lewat beberapa waktu akan membaik."
"Saya tidak mau!" saya dengan berusaha memukul ranjang, membuka mulut lebar-lebar berteriak, tapi hanya merupakan sebuah protes yang tidak bersuara.
Setelah kembali ke rumah, kehidupanku berubah.
Suara telepon yang didambakan waktu itu, merupakan suara yang sangat menakutkan sekarang ini.
Saya tidak lagi keluar rumah, juga menjadi seorang yang menyia-nyiakan diri, ayah mulai berpikir untuk pindah rumah.
Dan dia? di belahan bumi yang lain, yang diketahui hanyalah saya telah membatalkan pertunangan kami, setiap telepon darinya tidak mendapatkan jawaban, setiap surat yang ditulisnya bagaikan batu yang tenggelam ke dasar lautan.
Dua tahun telah berlalu, saya secara perlahan telah dapat keluar dari masa yang gelap ini, memulai hidup baru, juga mulai belajar bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Suatu hari, Xiao Cien memberitahu bahwa dia telah kembali, sekarang bekerja sebagai seorang insinyur di sebuah perusahaan.
Saya berdiam diri, tidak mengatakan apapun. Mendadak bel pintu berbunyi, berulang-ulang dan terdengar tergesa-gesa.
Tidak tahu harus berbuat apa, ayah menyeretkan langkah kakinya yang berat, pergi membuka pintu.
Saat itu, di dalam rumah mendadak hening.
Dia telah muncul, berdiri di depan pintu rumahku. Dia mengambil napas yang dalam, dengan perlahan berjalan ke hadapanku.
Dengan bahasa isyarat yang terlatih, dia berkata, "Maafkan saya! Saya terlambat satu tahun baru menemuimu.
Dalam satu tahun ini, saya berusaha dengan keras untuk mempelajari bahasa isyarat, demi untuk hari ini.
Tidak peduli kamu berubah menjadi apapun, selamanya kamu merupakan orang yang paling kucintai.
Selain kamu, saya tidak akan mencintai orang lain, marilah kita menikah!"
Oleh: Unknown
Posted by .:: me ::. at 12:17 PM
Ucapan Cinta Terakhir
Suami Carol tewas dalam kecelakaan mobil tahun lalu.
Jim, yang baru berumur lima puluh dua tahun, sedang mengemudikan mobil ke rumah, dari kantornya.
Yang menabraknya adalah seorang remaja yang mabuk berat. Jim tewas seketika.
Remaja itu masuk ruang gawat darurat, namun tidak sampai dua jam di sana.
Ironisnya lagi, hari itu hari ulang tahun Carol yang kelima puluh, dan Jim sudah membeli dua tiket pesawat ke Hawaii.
Ia ingin memberi kejutan untuk istrinya. Tapi ia justru tewas gara-gara seorang pengemudi mabuk.
"Bagaimana kau bisa mengatasi itu?" tanyaku pada Carol, setahun kemudian.
Mata Carol basah oleh air mata.
Kupikir aku sudah salah bicara, tapi dengan lembut ia meraih tanganku dan berkata, "Tidak apa-apa.
Aku ingin menceritakan padamu.
Ketika aku dan Jim menikah, aku berjanji bahwa setiap pagi, sebelum dia berangkat, aku mesti mengatakan bahwa aku mencintainya.
Dia juga membuat janji yang sama.
Akhirnya hal itu menjadi semacam gurauan di antara kami.
Ketika anak-anak mulai lahir, sulit untuk menepati janji itu.
Aku ingat aku suka lari ke mobilnya sambil berkata, 'Aku mencintaimu', dengan gigi terkatup rapat kalau aku sedang marah.
Kadang aku mengemudi ke kantornya untuk menaruh catatan kecil di mobilnya.
Hal itu menjadi tantangan yang lucu.
Banyak kenangan kami tentang kebiasaan mengucapkan cinta ini setiap hari, sepanjang kehidupan perkawinan kami.
Pada pagi Jim meninggal, ia menaruh kartu ulang tahun di dapur, lalu pergi diam-diam ke mobilnya.
Kudengar mesin mobilnya dinyalakan.
Jangan coba-coba kabur, ya, pikirku.
Aku lari dan menggedor jendela mobilnya, sampai ia membukanya.
'Hari ini, pada ulang tahunku yang kelima puluh, Bapak James E. Garrett, aku, Carol Garrett, ingin menyatakan bahwa aku mencintaimu.'
Karena itulah aku bisa tabah menghadapi peristiwa itu.
Karena aku tahu bahwa kata-kata terakhir yang kuucapkan pada Jim adalah 'Aku mencintaimu.'"
(oleh: debbie smoot, A Second Chicken Soup for the Woman's Soul)
Posted by .:: me ::. at 7:02 AM