Thursday, September 20, 2007

Tercerahkan

Semasa kecil saya punya teman putri, A-an namanya. Bilamana dia menerima kuwe dari tetangga 2 buah dengan pesan agar satu buah diberikan kepada adiknya, dia akan membandingkan dulu kedua kuwe tersebut. Kalau satu diantaranya ada yang agak jelek, umpama sedikit tidak utuh, maka dia akan memberikan yang tidak utuh itu kepada adiknya.

Hal ini berkembang setelah menginjak dewasa. Dia sering memberikan miliknya yang "agak cacat" kepada pihak lain. Ketika dia hendak membeli kuwe, ada satu yang jatuh karena kekurang hati-hatiannya ketika memilih. Dia membersihkan kuwe tersebut, dikembalikan ketempatnya dan memilih kuwe yang lain.

Bahkan ketika dia memilih keramik di toko, terjatuh dan retak karena ulahnya, maka dia akan mengembalikan barang yang retak tersebut ketempatnya .(tidak ketahuan tentunya) dan memilih yang baik. Dia tidak konsekwen dengan perbuatannya mengganti barang retak sebagai akibat perbuatannya. Sepanjang hidupnya dia ingin mendapatkan yang terbaik tanpa mau menangung resiko. Dia curang.

Suatu ketika dia membaca cerita tentang seorang Pendeta miskin Roy Angel di Amerika Serikat mendapat hadiah mobil mewah dari saudaranya yang milyuner pada tahun 1940. Kisah ini ditulis dalam buku "Stories For The Family's Heart" oleh Alice Gray.
Dalam cerita disebutkan bahwa seorang anak gelandangan menghampiri Roy dan terkagum akan mobil tersebut. Ketika diajak naik oleh Roy Angel memohon agar Roy mau datang ke gubugnya yang kumuh.

Roy mengira bahwa anak gelandangan tersebut akan menunjukkan kebanggaan dan kesombongannya kepada tetangga bahwa telah naik mobil mewah. Ternyata anak tersebut masuk rumah dan menggendong keluar adiknya yang lumpuh.
Anak itu berkata kepada adiknya, bahwa Tuan Roy Angel sangat beruntung mempunyai kakak kaya yang dapat memberikan hadiah mobil mewah. Itulah yang akan dia lakukan bilamana dia kaya kelak. Dia akan berusaha bekerja keras untuk segera membelikan obat bagi adiknya. Harapannya kelak bila bisa menjadi kaya, akan membelikan mobil bagi adiknya.

Mendengar khayalan ini, Roy tidak dapat menahan haru. Bukan karena keinginan anak gelandangan menghadiahkan mobil, namun karena keinginan anak gelandangan meneladani kakak Roy yang memberikan hadiah berharga bagi adiknya. Anak tersebut memberikan sesuatu yang terbaik bagi adiknya dengan angan-angan seandainya dia dapat menjadi kakak seperti itu. Anak gelandangan tersebut memberikan inspirasi bagi kita agar memberikan sesuatu yang terbaik dari milik kita.

Setelah membaca kisah tersebut, sekarang A-an berubah total. Nuraninya tergerak tidak mau kalah dengan seorang anak gelandangan. Dia meneladani ketulusannya. Dia yang dahulu sering berharap memperoleh hadiah dari pihak lain telah berubah. Dia sekarang merasa bahagia bila dapat memberikan yang baik kepada pihak lain. Sebelum itu dia hanya memberi agar dianggap pantas, sekarang dia banyak memberi karena sudah tercerahkan.

Demikian yang seyogyanya terjadi pada setiap individu di negeri ini. Kita amati banyak orang di sekitar kita sering mengharapkan hadiah dari pihak lain. Ibarat ingin selalu "mendapat durian runtuh". Kalau perlu tanpa bekerja dan berusaha akan ada orang yang memberi hadiah atau memberikan makanan yang enak.
Paradigma ingin mendapat hadiah ternyata sudah mengotori seluruh lapisan masyarakat dari bawah keatas. Bukan saja tukang sapu atau tukang kebun yang ingin mendapat hadiah dari orang yang sering memberinya kerja, namun kepala kantor juga ingin mendapat hadiah dari bawahannya bila hari raya tiba.
Paradigma yang menghambat pembangunan mental spiritual. Bila "mimpi menjadi kenyataan", hadiah benar-benar sering didapat. Dengan demikian banyak yang sudah lupa bahwa "tangan yang di atas lebih mulia dari tangan yang dibawah" Bila kita dapat memberi, lebih mulia daripada kita menerima.

Kalaupun kita masih punya keinginan memperoleh hadiah dari pihak lain menjelang hari raya, jauhkanlah keingian itu. Kita wajib melenyapkan keinginan demikian, karena melemahkan semangat "berdikari dalam bidang ekonomi" sebagaimana dicanangkan Bung Karno pada tahun 1962 melalui pidato Trisakti: "berdaulat dalam bidang ekonomi, bedikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan".

Semoga banyak yang tercerahkan seperti A-an.

Oleh : D. Henry Basuki - Pengamat Budaya

Posted by .:: me ::. at 3:24 PM 0 comments

0 Comments

Post a Comment

« Home

Google