Sebuah Jendela Untuk Melihat Dunia.
Oleh: Arvan Pradiansyah.
Coba bayangkan suatu Minggu pagi yang cerah. Matahari bersinar lembut. Udara terasa sejuk. Di kejauhan terdengar burung-burung berkicau riang. Anda tengah merasakan indahnya hari ini. Sambil bersiul-siul kecil Anda membuka pintu rumah Anda. Tampak sebuah kotak berwarna coklat di depan pagar. Ternyata pagi itu Anda mendapat bingkisan. Pengirimnya pun tertera jelas di situ: tetangga sebelah rumah. Ada apa? Dengan tergesa-gesa Anda membuka kotak itu. Ternyata isinya sangat mengejutkan Anda: setumpuk kotoran sapi!
Bagaimana perasaan Anda? Anda mungkin bingung, kesal, atau marah. ''Ini sudah keterlaluan!'' pikir Anda. ''Tetangga sebelah itu memang harus diberi pelajaran!'' Lantas apa yang akan Anda lakukan? Anda mungkin langsung melabraknya. Atau paling tidak mempersiapkan ''serangan'' balasan. Nah, kalau Anda jadi melaksanakan niat tersebut, bagaimana respon tetangga Anda? Bisa dibayangkan ''perang'' yang terjadi pada hari berikutnya dapat lebih seru dari perang AS melawan Taliban tempo hari.
Namun Beno, seorang kawan yang mengalami hal ini ternyata memberikan respon yang berbeda. Ia memang terkejut melihat kotoran sapi itu. Tapi kemudian ia berpikir, ''Betapa baiknya tetanggaku ini. Ia benar-benar memperhatikan pekaranganku. Ia tahu persis bahwa rumput dan tanamanku tidak terlalu subur. Karena itu ia menyediakan pupuk untukku. Luar biasa, aku harus ke rumahnya sekedar menyampaikan rasa terima kasihku!''
Pelajaran menarik apa yang dapat diambil dari cerita sederhana tadi? Ternyata kita tidak melihat dunia ini sebagaimana adanya, tetapi sesuai dengan keadaan kita sendiri. We see the world as we are, not as it is. Dengan demikian sebuah peristiwa yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda tergantung darimana Anda melihatnya. Bagi kita kotoran sapi dipersepsikan sebagai penghinaan dan ajakan ''berperang.'' Karena itu kita marah dan mempersiapkan serangan balasan.
Sementara Beno menganggap kotoran sapi sebagai hadiah dan bukti perhatian tetangganya. Ia justru berterima kasih. Jadi dimana letak masalahnya? Pada kotoran sapi atau pada cara kita memandang kotoran sapi tersebut? Jelaslah bahwa ''cara kita memandang suatu masalah adalah masalah itu sendiri.''
Dalam bahasa sehari-hari cara kita memandang ini sering disebut dengan berbagai istilah seperti persepsi, asumsi, wawasan, keyakinan, pemikiran, prasangka, prejudis, dan sebagainya. Semua istilah ini terangkum dalam kata paradigma. Paradigma adalah jendela untuk melihat dunia. Saya berani mengatakan bahwa paradigma ini merupakan milik Anda yang terpenting. Mengapa? Karena semua tindakan Anda, apapun tanpa terkecuali, pasti didasari oleh suatu paradigma!
Sekali lagi, coba Anda renungkan baik-baik. Semua tindakan Anda dalam hidup dasarnya adalah paradigma. Bagaimana kita melihat suatu masalah akan menentukan apa yang akan kita lakukan. Apa yang kita lakukan akan menentukan apa yang kita dapatkan. Jadi kalau Anda tidak puas dengan apa yang Anda dapatkan sekarang, Anda harus mengubah perilaku Anda. Namun Anda tak akan dapat mengubah perilaku Anda sebelum membongkar paradigma Anda.
Posted by .:: me ::. at 7:00 AM 0 comments
0 Comments
Post a Comment
« Home