Wednesday, November 29, 2006

Dare To Dream (Berani Mimpi)

Di alkisahkan di sebuah sekolah di sebuah desa kecil, ada seorang ibu guru yang mengajar di suatu kelas dengan murid yang sedikit, dikarenakan anak2 di desa itu lebih banyak membantu orangtuanya di rumah. Suatu hari bu guru memberikan tugas kepada murid2nya, "kalian tolong tuliskan di kertas cita2 kalian, besok dikumpulkan yah". Demikian suara dari sang ibu guru.

Keesokan hari tugas murid2 dikumpulkan, & bu guru meminta anak2nya untuk membacakan didepan kelas. Ada yang mau menjadi insinyur, dokter, pilot dll. Sampai tiba giliran seorang anak dengan pakaian yang lusuh & kurus membacakan apa yang ditulisnya di kertas. " saya ingin mempunyai rumah dengan taman yang luas, disertai dengan bunga2 yang indah beserta pohon2 yang rindang diatas pegunungan yang tinggi dengan pemandangan yang indah".

Kemudian kelas menjadi gaduh karena tertawa yang mendengarkan cerita anak itu. Ibu guru merasa anak itu yang membuat gaduh kelas, anak kecil yang kamu tulis bukan cita2 tapi itu adalah impian kamu & kamu ga bakal bisa memenuhinya karena kagak mungkin. Demikian suara lantang dari ibu guru. Tapi si anak tetap bersikeras kalo itu adalah cita2nya. Bu guru meminta anak itu untuk mengubah yang ditulis di kertas & dibawa esok hari. keesokan hari si anak kecil itu tetap & tidak melakukan apa yang diminta ibu guru karena bersikeras kalo yang ditulis olehnya adalah cita2nya, sehingga anak kecil itu mendapat nilai jelek dari bu guru.

Waktu terus berlalu, 30 tahun kemudian ibu guru masih mengajar di sekolah tersebut & membawa murid2nya berkunjung ke suatu taman yang dipenuhi oleh bunga2 yang indah. Sang ibu guru terkagum2 kepada taman tersebut & berkata kepada penjaga taman "pasti yg membuat taman ini adalah orang yang hebat". Kemudian muncul suara dari penjaga taman kalo yang lebih hebat lagi kalo guru yang mengajar anak kecil ini.
Ketika bertemu dengan pemilik rumah, bu guru begitu kaget kalo itu adalah anak kecil yang dulu di jelek2an karena gak mungkin untuk mencapai cita2nya.

Pesan moral dari cerita ini:
Kadangkala kita gak sadar dengan karya2 yang telah kita buat, kita sering merasa gagal ketika orang sekitar kita berkata sebaliknya dengan yang kita harap. Ketika kita punya impian kita harus tetap fokus ama yg kita harapkan, dengan kerja keras, percaya diri kita dapat menaklukan ketakutan kita. Tentunya kita harus punya mental untuk gagal tapi kita harus jadi pemenang bagi diri kita sendiri karena kegagalan adalah awal sukses bagi kita. Jadi kita jangan takut untuk punya impian karena impian itu adalah kenyataan kita bukan mimpi kita.

Posted by .:: me ::. at 6:49 AM 0 comments

Tuesday, November 14, 2006

Kebenaran Sejati

Alkisah ada seorang pedagang yang mempunyai seorang istri jelita dan seorang anak laki-laki yang sangat dicintainya. Suatu hari istrinya jatuh sakit dan tak berapa lama meninggal. Betapa pedihnya hati pria tersebut. Sepeninggal istrinya, dia mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayangnya kepada anak laki-laki semata wayangnya. Suatu ketika pedagang tersebut pergi ke luar kota untuk berdagang; anaknya ditinggal di rumah. Sekawanan bandit datang merampok desa tempat tinggal mereka. Para penjarah ini merampok habis harta benda, membakar rumah-rumah, dan bahkan menghabisi hidup penduduk yang mencoba melawan; rumah sang pedagang pun tak luput dari sasaran. Mereka bahkan menculik anak laki-laki sang pedagang untuk dijadikan budak.

Betapa terperanjatnya sang pedagang ketika ia pulang dan mendapati rumahnya sudah jadi tumpukan arang. Dengan gundah hati, ia mencari-cari anak tunggalnya yang hilang. Ia menjadi frustrasi ketika mendapati banyak tetangganya yang terbantai dan mati terbakar.

Di tengah kepedihan dan keputusasaan, ia menemukan seonggok belulang dan abu di sekitar rumahnya, di dekat tumpukan abu itu tergolek boneka kayu kesayangan anaknya. Yakinlah sudah ia bahwa itu adalah abu jasad anaknya. Meledaklah raung tangisnya. ia menggelepar- gelepar di tanah sembari meraupi abu jasad itu ke wajahnya. Satu-satunya sumber kebahagiaan hidupnya telah terenggut.. Semenjak itu, pria tersebut selalu membawa-bawa abu anaknya dalam sebuah tas. Sampai setahun setelah itu ia suka mengucilkan diri, tenggelam dalam tangis sampai berjam-jam lamanya; kadang orang melihat ia tertawa sendiri, mungkin kala itu ia teringat masa-masa bahagia bersama keluarganya. Ia terus larut dalam kesedihan tak terperikan..

Musim berlalu. sang anak akhirnya berhasil meloloskan diri dari cengkeraman para penculiknya. Ia bergegas pulang ke kampung halamannya.Sesampai di kediaman ayahnya, ia mengetuk pintu rumah sembari berteriak senang, "Ayah, ini aku pulang!"

Sang ayah yang waktu itu lagi tertidur di ranjangnya, terbangun mendengar suara itu.Ia berpikir, "Ini pasti ulah anak-anak nakal yang suka meledekku itu!""Pergi! Jangan main-main!"Mendengar sahutan itu, sang anak kembali berteriak, "Ayah! Ini aku, anakmu!Dari dalam rumah terdengar lagi, "Jangan ganggu aku terus! Pergi kamu!"Sang anak menggedor pintu dan berteriak lebih lantang,"Buka pintu ayah! Ini betul anakmu!"Mereka saling bersahutan. sang ayah terus bersikeras tidak membuka pintu. Sang anak pun akhirnya putus asa dan berlalu dari rumah itu..

Sang Guru menutup cerita itu dan menyampaikan: "Sebagian orang begitu erat memegang apa yang mereka 'anggap' sebagai kebenaran. Ketika Kebenaran Sejati betul-betul datang, belum tentu mereka membuka pintu hati mereka."

Posted by .:: me ::. at 7:00 AM 0 comments

Thursday, November 02, 2006

Kearifan Emas

Seorang pemuda mendatangi Zen-sei dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain?"

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya dan berkata, "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukanlah satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?"
Melihat cincin Zen-sei yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu." "Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil."

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada
pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.
Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zen-sei dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak."

Zen-sei, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zen-sei dengan raut wajah yang lain dan berkata, "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai cincin ini sesungguhnya. . Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."

Zen-sei tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas".

"Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk melihatnya, dan itu membutuhkan proses. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas "

:: conectique ::

Posted by .:: me ::. at 12:40 PM 0 comments

Google